BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Syarat dan Rukun dalam
perkara Thalak merupakan sesuatu hal yang sangat krusial dalam persoalan - persoalan hukum dan perkara islam, Karena
jikalau tidak terpenuhi satu dengan yang lainnya maka perkara itu harus di
gugurkan demi Hukum yang di jalankan di Negara kita Indonesia. Antara Syarat dan
Rukun Thalak tidaklah sama, karena di
dalam syarat Thalak jika kurang dan
tidak ada maka perkara itu tetap bisa di lanjutkan akan tetapi diganti dengan
perkara yang lain, sedangkan rukun harus ada dan tidak boleh kurang apalagi
tidak ada dan jika lau tidak ada harus di gantikan dengan yang lain nya, akan
tetapi harus ada akat dulu sebelum melakasanakan sebagai badal nya.
Dengan demikian syarat
dan rukun dalam thalak wajiblah di ketahui, karena jika tidak ada yang tahu
nantinya di khawatirkan di suatu saat nanti muncul hal - hal yang tidak di
inginkan dengan lafad thalak yang di jatuhkan oleh sang suami, karena kurang
pengetahuan tentang thalak maka si suami menjatuhkan thalak kepada istrinya
tanpa mengindahkan tata cara atau syarat -
syarat dan suami menjatuhkan thalak kepada istrinya.
Setelah keadaan seperti
itu muncullah hukum yang harus di taati dan harus diketahui oleh nasaing masing
pihak baik ppihak si suami dan pihak si istri nantinya apa dia boleh kumpul
kembali atau melakukan hubungan suami isatri kembali.
B.
Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang di atas,
yang menjadi akar permasalahan adalah
“ Apa Sajakah Syarat Dan Rukun Serta Hukum Yang Timbul Akibat Thalak”
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Syarat
Sah Jatuh Thalak
1.
Orang
yang menjatuhkan thalak haruslah sudah baligh, mukallaf dan berakal sehat
Tidak sah thalak yang di jatuhkan oleh anak kecil,orang gila, dan
atau orang yang sedang tidur.
Sabda rosulullah SAW.
عن علي رضي الله عنه عن االنبي ص م. قال : رفع القلم عن ثلا ثة عن
النا ئم حتي يستيقظ و عن الصبي حتي يحتلم وعن المجنون حتي يعقل ( رواه البخا ري
وابو داود )
“ dari ali r,a. Dari nabi SAW. Beliau
bersabda, :” di maafkan dosa dari tiga orang, yaitu orang yang tidur hingga dia
bangun, dari anak kecil hingga ia dewasa, dan dari orang gila sampai ia kembali
sehat “ ( HR Bukhari dan Abu Daud )[1]
2.
Thalak
di lakukan atas kemauan sendiri
Thalak yang di lakukan karena terpaksa, takut,
atau di bawah ancaman dan sebagainya tidaklah sah karena menyalahi hak asasi
seorang dalam hal kepemilikan.
Jika lau seorang suami menjatuhkan thalak
kepada istrinya harus keadaan sehat jasmani dan akalnya, tidak dalam ketakutan,
paksaan dan di bawah ancaman oleh orang lain, karena orang itu menginginkan si
istrinya sehingga ia menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan apa yang ia
inginkan.
Jikalau
benar benar terpaksa harus menceraikan istrinya maka ada berbagai syarat, yaitu
di antaranya:
a.
Orang yang memaksa benar benar dapat melakukan
ancaman yang telah di nyatakannya. Belumlah di namakan terpaksa, bila hanya
sekadar gertakan dan ancaman.
b.
Orang yang terpaksa tidak mampu melawan orang
yang memaksa
c.
Suami yang terpaksa tidak bermaksud meniatkan
bahwa ia menjatuhkan talak, bila di niatkan maka jatuhkan talaknya.[2]
Jikalu syarat syarat di atas tidak di temukan pada orang yang
terpaksa maka tidaklah di namai dengan
terpaksa.
3.
Thalak
di jatuhkan setelah pernikahan yang sah
Thalak yang di jatuhkan sebelum adanya
pernikaha dan perkawinan yang sah, bukanlah di namai dengan thalak.
Nabi bersabda:
عن جابر رض عن النبي ص م. قال : لا طلا ق إلابعد
النكاح ولا عتق إلا بعد ملك. ( رواه ابو يعلي )
Artinya :
Dari jabir r.a
dari nabi SAW. Beliau bersabda, “ tidak ada thalak kecuali setelah akadd
nikah dan tidak ada pemerdekaan budak kecuali setelah pemilikan “ ( H.R. Abu
Yu’la )[3]
B.
Rukun
Thalak
Rukun
thalak ada tiga.[4]
a.
Suami,
Suami adalah orang berhak menjatuhkan
thalak kepada istrinya, selain suami tidaklah boleh menthalak. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi
SAW.
إنما الطلاق لمن أخذ بااساق ( رواه ابن
ما جه والدار قطني )
“ thalak itu hanyalah bagi yang
mempunyai kekuatan ( suami ). ( HR. Ibnu majah dan daruquthniy ).[5]
Para fuqoha telah sepakat bahwa,
suami yang boleh menjatuhkan thalak adalah:
1.
Berakal
sehat, tidaklah sah talaknya anak kecil atau orang gila
2.
Dewasa
dan merdeka
3.
Tidak
di paksa
4.
Tidak
sedang mabuk
5.
Tidak
bergurau
6.
Tidak
pelupa
7.
Masih
ada hak untuk mentalak[6]
b.
Istri
Istri adalah orag yang berada dalam perlindungan suami dan ia adalah obyek
yang akan mendapatkan thalak.
Mengenai istri –
istri yang dapat di jatuhi thalak adalah mereka – mereka:
1.
Perempuan
yang di nikahi sah
2.
Perempuan
masih dalam ikatan nikah
3.
Belum
habis masa idahnya, pada thalak raj’i
4.
Tidak
sedang haid, atau suci yang di campuri[7]
c.
Lafazd yang menunjukkan adanya thalak.
Lafazd thalak itu ada kalanya di ucapkan secara jelas dan sindiran dengan syaarta harus di sertai niat. Namun
tidaklah cukup hanya dengan niat saja. Sebagaimana yang di sabdakan oleh Nabi
SAW.
إن الله تجا وز لا متي ما حد ثت به أنفسها ما لم يتكلموا أو يعملوا به ( رواه
متفق عليه )
“ sesungguhnya allah memeberikan
ampunan bagi umatku apa apa yang terdetik di dalam hati mereka, selama mereka
tidak ucapakan atau kerjakan ( mutafaqun ‘alaih )[8]
Lafad lafad rhalak yaqng sharih atu jelas ialah sang suami melafadkan
thalak kepada istri dengan terang terangan contoh “ engkau hari ini saya
ceraikan “ atau kata kata yang
menyatakan thalak dengan jelas, sedangkan lafad thalak secara sindiran adalah “
pulannglah engkau ke rumah oranng tua mu “ atau
dengan kata kata “ engkau haram bagiku “
Dengan demikian,
thlak dengan kata kata sindiran tidak di
anggap sah jika di sertai dengan niat. Sekalipun dia sang suami mengucapkan
dengan secara jelas, atau dengan ta’lik
thalak. Ta’lik thalak merupakan perjanjian yang di ucapkan dan di ikrarkan oleh
sang suami setelah menikaha atau sesudahnya,
Bunyi ta’lik thalak
aalah sebagai berikut,
“ sesudah akad nikah, maka saya ……. (nama suami ) mengucapkan iqrar
ta’lik thalak atas nama istri saya bernama ……….( nama istri ) seperti di bawah
ini:
Sewaktu – waktu saya :
1.
Meninggalkan
pergi istri saya dalam masa enam bulan berturut turut atau
2.
Saya
tidak memenuhi kewajiban saya member
nafkah kepadanya selama tiga bulan berturut atau
3.
Saya menyakiti badan istri atau saya
membiarkan istri saya dalam masa tiga bulan berturut
Dan kemudioan istri saya tidak ridho serta mengadukan hal itu pada
pengadilan agama, dan pengaduannya di terima serta di benarkan, maka lalu istri
saya membayar iwad ( tebusan ) sebesar Rp.
1000,- ( seribu rupiah ) maka kepada pengadilan agama atau petugas yang di
serahi mengurus hal itu saya kuasakan
untuk menjatuhkan thalak satu atas nama saya kepada istri saya tersebut”[9]
C.
Akibat
Hukum Thalak
1. Hukum thalak raj’i
Thalak raj’i tidak
melarang mantan suami untuk berkumpul dengan mantan istri, sebab akad
perkawinan tidak hilang dan tidak
menghilangkan hak kepemilikan, serta tidak mempengaruhi hubungan yang halal
kecuali persetubuhan.
Sekalipun tidak
mengakibatkan perpisahan, thalak ini tidak menimbulkan akibat hukum hukum yang
selanjutnya, selama masih dalam masa iddah istrinya, segala hukum akan timbul
setelah masa idah habis dan tidak ada kata kata rujuk kembali.sebab firman
allah, di sebutkan:
.....
وبعو لتهن احق بردهن..... ( البقرة: ۲۲۸ )
Artinya:
“
dan suami – suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti itu .....
( Q.S. Al – Baqoroh : 228
)[10]
Rujuk
boleh dengan ucapan , seperti: “ saya rujuk kamu “ dan dengan perbuatan, misalnya:
menyetubuhinya, merangsangnya, seperti: mencium dan sentuhan sentuhan birahi.
Imam
syafi’i berpendapat bahwa rujuk hanya dengan ucapan terang dan jelas dimengerti,
tidak boleh dengan persetubuhan, ciuman dan rangsangan rangsangan nafsu birahi.
2. Hukum thalak ba’in sugro
Thalak
ba’in sughro merupakan memutuskan hubungan perkawinan antara suami istri
setelah kata thalak di ucapkan. Jika salah satu meninggal baik sebelum atau
sesudah masa iddah. Yang tidak hak atas warisan. Tetapi pihak perempuan atas
sisa mahar yang belum di berikannya.
3. Hukum thalak ba’in kubro
Talak
ba’in kubro adalah memutuskan hubungan tali perkawinan antara suami dan istri.
Akan tetapui tidak menghalalkan suami merujuknya kembali, kecuali sesudah ia
menikah dengan laki laki lain dan telah bercerai sesudah di kumpulinya ( telah
bersenggama ),tanpa adanya nikah tahlil.
Allah SWT, berfirman:
وإن طلقها فلا تحل له من بعد حتي تنكح زوجا
غيره ( البقرة : ۲۳۰)
“
kemudian jika suami si suami menalaknya,maka perempuan itu tidak halal baginya
hingga dia kawin dengan suami yang lain. ( QS. Al- baqoroh: 230 )[11]
BAB III
KESIMPULAN
Dari
penjelasan di atas dapatlah di ambil inti sarinya adalah syarat yang dapat
menthalak adalah orang yang sudah mumayiz, berakal, balight, sehat jasmani dan
rohani,adalah kemauan sendiri , tidak dalam keadaaan terpaksa, dan adanya
thalak setelah adanya perkawinan yang
sah menurut agama dan negara.
Di
dalam rukun thalak harus adanya suami, istri, dan lafazd yang menjurus ke dalam
thalak, adapun hukum yang timbul adalah jikalau sang suami di dalam masa iddah
tidak kata rujuk atau ada niat untuk kembali maka jatuhlah thalak dan harus
menunggu muhallil jika lau ingin menikahinya kembali. Begitu pula pada thalak
ba’in sughro ataupun kubro.
.
DAFTAR
PUSTAKA
Abubakar muhamad. Drs.terjemah subulussalam.al-ikhlas, surabaya,1995
Departemen agama, alquran dan terjemahnya
Kamil muhammad syaikh, fiqih wanita, jakarta. Pustaka al kaustsar.
2006
Slamet abidin dkk. Fiqih munakahat 2 bandung pustaka setia. 1999
[1] Drs.abubakar
muhammad. Terjemah subulussalam. ( Surabaya,al-ikhas, 1995) hal 649
[2]
Drs. Abiding dkk. Fiqih munakat 2 ( bandung,pustaka setia 1999 ) hal..57
[4] Syaikh kamil muhammad ‘uwaidah, fiqih
wanita, ( jakarta pustaka al kautsar 2006 )hal. 437
[5] ibid
[6] Op.
cit. hal. 66
[7] Ibid.
hal. 66
[9].departemen agama. panduan pernikahan.ttp.
[10] Departemen agama. Alquran dan terjemahnya hal
53
[11] Ibid.hal 56
EmoticonEmoticon