Tuesday, 12 June 2012

MUNAKAHAH

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
            pernikahan adalah hal yang sangat sakral untuk kita jaga keutuhan dan perdamaian, jika suatu pernikahan yang tidak ada wali dan saksi maka pernikahannya di suatu hari akan menimbulkan permasalahan yang tidak dapat di buktikan secara hukum dan agama islam.
            dalam hal perkawinan dan pernikahan kedudukan wali sangat amat amat penting, karena jika lau dalam perkawinan dan pernikahan tidak sah dan pernikahan yang rusak yang tidak di benarkan oleh agama dan negara.
B. RUMUSAN MASALAH
            dari uraian di atas maka dapat di ambil ruimusan masalah yaitu, “ siapa saja kah yang boleh menikahkan seorang wanita, dan siapa yang menggantikan jika tidak ada wali ”.








BAB II
PEMBAHASAN
A. HADITS  WALI DAN SAKSI
yang di namakan dengan wali adalah orang yang berhak dan kuasa terhadap anak perempuannya ( pernikahan )[1],  biasanya wali identik dengan  kerabat wanita setelah bapak, jikalau bapak telah tiada atau bapak tidak mamapu untuk menikahkan putrinya,
Sedang yang di namakan dengan saksi adalah oranng yang dii percaya untuk menyaksikan dan membenarkan tentang adanya suatu perkawinan dan wanita tadi menikah sah secara agama dan sah pula menurut negara.
adapun hadits tentang wali  dan saksi dalam pernikahan adalah:
روي الامام ي الامام  احمد  عن الحسن عن عمران بن الحصين مرفوعا " لا نكا ح إلا بو لي وشا هدين "
            artinya : diriwayatkan dari imam ahmad dari hasan dari ‘imron bin husain dengan hadits marfu’  “ tidak ada pernikahan kecuali dengan adanya seorang wali dan dua saksi yang adil “

وعن عا ءشه قالت : قال رسول الله : ايما امراة نكحت بغير اذن وليها فنكاحها با طل, فان دخل بها فلها المهر بما استحل من فرجها. فان  اشتجروا فا لسلطان ولي من لا ولي له"  اخرجه الاربعة الا النسا ءي , و صححه ابو عوانة, وابن حبا ن والحا كم
artinya :  dan dari ‘aisyah ber kata : bahwasannya rasullah bersabda :  bilamana seorang wanita menikah dengan tanpa idzin dari walinya maka pernikahannya batal demi hukum, dan jikalau telah di wathi oleh suaminya. maka si istri wajib menerima mahar untuk menghalalkan farjinya, dan jikalau wali mencegahnya untuk menikah maka sulthan ( pemimpin ) yanng sah sebagai walinya karena tidak ada orang yang mau menjadi wealinya. di imamkan oleh imam empat kecuali nasa’i. di shahihkan oleh abu ‘awanah dan ibnu hibban dan hakiem.[2]
B TAKHRIJ HADITS
            untuk menentukan derajat keshahihan hadits, diperlukan sebuah takhrij yang diawali dengan penelitian mengenai kesinambungan sanad, keadilan ddan kedlabitan rawi, terbebas dari syadt dan illat, dalam upaya penelitian sanad ini subhi shalih dalam kitabnya ulum alhadits wa musthalah mengatakan bahwa hal ini perlu dilihat dari biografi rawi tersebut, kredibilitas, hubungan antar rawi ( hubungan guru, murid, atau keluarga ), maka berikut ii adalah biogradfi singkat para perawi :
a.       ibnu majah
nama lengkapnya  muhammad bin yazid al rabi’i al qazwini abu abdillah ibnu majah,
lahir : 209 H, wafat : 273 H
kedudukan menurut ibu hajar : hafidz, seorang imam haadits
kedudukan menurut al dzahabiy : hafidz, shohib as sunan
b.      Nafi’
nama lengkap : abu abdillah a madani, wafat 117 H golongan ke 3 dari tabi’in, kedudukan menurut ibnu hakjar  : terpercaya, tsubut, faqih, mashur,
kedudukan menururt ad dzahaby : imam para tabi’in.
c.       abdullah bin umar
nama lengkap : abfulah bin  umaqr bin kghattab al quraisy al a’dawy abu abdul rahman
wafat : 73 H, golongan ke i dari sahabat, kedudukan menurut ibnu hajar : sahabat, kedudukab menurut ad dzahaby : sahabat.[3]
C. Penjelasan hadits
            dalam hadits pertama di terangkan bahwa wali adalah orang yang menikahkan seorang perempuan kepada orang laki-laki untuk menghalalkan hubungan antara suami dan istri. jikalau suatu  pernikahan  tidak ada wali maka pernikahan itu tidak sah  dan batal menurut agama dan negara. hal ini dapat diambildari pemahaman hadits tersebut yang menyebutkan bahwa wali adalah orang yangmenikahkan anak perempuannya.
            dengan berdasarkan hadits di atas bahwa wali yang bisa menikahkan,  bahwasannya wali yang dapat menikankan antara lain.
1.      bapak                                                               11. anak paman sebapak
2.      kakek                                                               12. cucu paman kandung
3.      buyut                                                               13. cucu paman sebapak
4.      saudara laki-laki sekandung                            14. paman ayah sekandung
5.      saudara laki-laki sebapak                                15. paman ayah sebapak
6.      anak laki  dari saudara laki-laki sekandung    16. anak paman ayah kandung
7.      anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak   17. anak paman ayah sebapak
8.      paman kandung                                               18. paman kakek sekandung
9.      paman sebapak                                                19. paman kakek sebapak
10.  anak paman kandung                                      20. anak paman kakek sekandung
itulah daftar orang orang yang berhak menikahkan putrinya.[4]
            dan untuk saksi merupakan orang yang di anggap mumpuni untuk menyaksikan dan sanggup untuk membenarkan tentang perkawinnannya di suatu hari jikalau di kemudian ada masalah muncul dan yang tidak di inginkan dalam suatu acara perkawinan, untuk saksi tidak di syaratkan dari kerabat mempelai, tapi orang yang di anggap mumpuni untuk menjadi saksi dalam perkawinan. [5]
            adapun syarat -  syarat saksi adalah :
1.      Islam
2.      berakal
3.      Baligh
4.      Mumayiz
5.      sehat
D. fiqh hadits
            salah satu pengaruh dari wali dan saksi adalah tentang keabsahan perkawinan seseorang, dan keabsahan seseoraang dalam berhubungan sexs terhadap kebutuhan biologis seorang  suamii terhadap istrinya,  
            dalam kitab lain di jelaskan bahwa wali dan saksi, harus lah ada dan harus orang yang mumpuni mengerti tentang hukum agama dan mengerti tentang tata cara perkawinan[6], jika lau memang wali tidak mau menikahkan, maka hakim atau pemimpin yanng memimipin di suatu wilayah itu yang berhak untuk menikahkan, guna menghindari perzinahan yang lebih meluas lagi.




DAFTAR PUSTAKA
H.S.A. Al hamdani, Risalah Nikah, jakarta : pustaka amani. 2002
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Maktabah Syamila
Muhammadd bin ismail al son’ani subulus salam sarh bulughul maram, dahlan. Bandung
sayyid sabiq. fiqh sunah, beirut, dar fikr 2006.


[1] abdul ghofur, fiqih munakahah, rajawali press, bandung hlm. 10
[2] hajar al asqolani, bulughul maram, toha putra semarang, hlm. 204
[3]  muhammad bin ismail al son’ani subulus salaam sarh bulughul maram. dahlan. bandung.
[4]  kementrian agama RI. pedoman akad nikah, 2000
[5] Al hamdani, risalah nikah, jakarta : pustaka amani, 2002
[6] ibnu rusyd, bidayatul mujtahid, jakata, pusataka amani 2000


EmoticonEmoticon