Showing posts with label Kitab Kuning. Show all posts
Showing posts with label Kitab Kuning. Show all posts

Tuesday, 9 October 2018

Do'a Qunut, Pengertian Do’a Qunut, Dalil Tentang Do’a Qunut, Macam-macam Do’a Qunut, Hukum Membaca Do’a Qunut, Redaksi Bacaan Do’a Qunut dan Contoh Do’a Qunut Arab dan Latin



Do'a Qunut, Pengertian Do’a Qunut, Dalil Tentang Do’a Qunut, Macam-macam Do’a Qunut, Hukum Membaca Do’a Qunut, Redaksi Bacaan Do’a Qunut dan Contoh Do’a Qunut Arab dan Latin
Doa Qunut dan Hal-ihwal
Do'a Qunut, Pengertian Do’a Qunut, Dalil Tentang Do’a Qunut, Macam-macam Do’a Qunut, Hukum Membaca Do’a Qunut, Redaksi Bacaan Do’a Qunut dan Contoh Do’a Qunut Arab dan Latin

1. Pengertian Doa Qunut

Secara bahasa Qunut artinya Do’a. Secara istilah Qunut dibagi dua, yaitu Qunut Nazilah dan Qunut Subuh  :

1. Qunut Nazilah yaitu : Qunut yang dibaca dalam shalat fardu ketika umat islam menghadapi bahaya, wabah penyakit, bencana atau tantangan dari orang kafir.

2. Qunut subuh atau Qunut witir yaitu : qunut yang dikerjakan pada saat i’tidal rakaat ke-2 dalam shalat subuh atau witir

2. Dalil-dalil Qunut

Hukum Qunut adalah sunat, diantara sahabat yang mensunahkan diantanya Abu Bakar As-Sidik, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas dan Barra Bin Aziz. Dalil yang dijadikan pedoman untuk mensunahkan qunut adalah hadist Nabi Muhammad SAW :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ قَالَ مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (رواه أحمد)

Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A “Beliau berkata, “Rasululloh senantiasa membaca qunut ketika shalat subuh sehingga beliau wafat.” (HR. Ahmad). Pakar hadis Muhammad bin Alan as-Sidiqi dalam kitabnya Al-Futuhat Ar-Rabbaniyah mengatakan bahwa hadis ini yang benar dan diriwayatkan serta disahihkan oleh golongan pakar yang banyak yang banyak hadist. Sedangkan do`a qunut yang diajarkan langsung oleh Nabi SAW adalah sebagai berikut lengkap dengan artinya:

اَلَّلهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ,وَعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنّا فِيْمَنْ تَوَلَّيَتَ، وَبَارِكْ لِي فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَاِنَّكَ تَقْضِى وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِنَّهُ لَايَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَايَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ اْلحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ اِلَيْكَ. (رواه النسائ ١٧٢٥،وأبو داود ١٢١٤،والترميذى ٤٢٦،وأحمد ١٦٢٥،والدارمي ١٥٤٥بسند الصحيح)

“Ya Allah, berikanlah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk, Berilah kami perlindungan seperti orang-orang yang telah Engkau beri perlindungan. Berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang yang telah Engkau beri pertolongan. Berilah berkah pada segala yang telah Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari segala kejahatan yang telah Engkau pastikan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha menentukan dan Engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci dan Maha luhur. Segala puji bagi-Mu dan atas segala yang Engkau pastikan. Kami memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’I :1725, Abu Dawud :1214, Al-Tirmidzi :426, Ahamad :1625 dan Al-Darimi :1545 dengan Sanad yang Shahih)
Dalil kedua disebutkan dalam kitab fiqh as-Sunah Juz II halaman 38-39 :

وَمَذْهَبُنَا الشَّافِعِيُّ: اِنَّ الْقُنُوْتَ فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ بَعْدَ الرُّكُوْعِ مِنَ الرُّكُوْعِ الثَّانِيَّةِ سُنَّةٌ لِمَا رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ الِاَّ التِّرْمِيْذِى عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ اَنَّ أَنَسَ بْنِ مَالِكِ سُئِلَ هَلْ قَنَتَ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ِفى صَلَاةِ الصُّبْحِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ. فَقِيْلَ لَهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ اَوْ بَعْدَهُ؟ قَالَ: بَعْدَ الرُّكُوْعِ.

Ulama As-Syafi’iyah mengatakan : Kedudukan qunut pada shalat subuh persisnya ketika bangkit dari rakaat kedua, hukumnya sunah karena ada hadist yang diriwayatkan ahli hadis kecuali at-Tirmidzi. Hadis itu diriwayatkan dari ibnu Sirin, Anas bin Malik pernah ditanya: Apakah Nabi menjalankan qunut pada shalat subuh? Jawab anas: Ya! Kemudian ditanya lagi: letaknya dimana sebelum atau sesudah ruku’? Jawabnya: Sesudah ruku’ (fiqh As-Sunah,Juz 11,hlm.38-39)
Dalil ketiga sebagaimana disebutkan dalam kitab Hamizsy Qalyubi Mahalli Juz I halaman 57

وَيُسَنُّ الْقُنُوْتُ فِي اعْتِدَالٍ ثَانِيَةِ الصُّبْحِ- اِلَى اَنْ قَالَ- لِلاتِّبَاعِ رَوَاهُ الْحَاكِمُ فِى اْلمُسْتَدْرَكِ عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَّةِ رَفَعَ يَدَيْهِ وَيَدْعُ بِهَذَا الدُّعَاءِ “اَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ …. اِلَى اَخِرِ مَا تَقَدَّمَ- لَكِنْ لَمْ يَذْكُرْ رَبَّنَا. وقال صحيح.

Doa Qunut itu disunahkan letaknya ketika I’tidal, reka’at kedua shalat subuh, Keterangan tersebut sampai: …….. karena mengikuti Nabi. Hadis diriwayatkan Hakim dalam kitab Mustadrak dari Abu Hurairah: Rosululloh mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh pada reka’at kedua, dia mengangkat tangannya kemudian berdo’a : Allohumma ihdini fi-man hadait… Rosululloh tidak memakai kata-kata robbana. Hadis ini shahih.
Ketiga, dalam Nail al-Authar, Juz II hlm:387:

فَاِنَّهُ اِنَّمَا سَأَلَ اَنَسًا عَنْ قُنُوْتِ اْلفَجْرِ فَأَجَابَهُ عَمَّا سَأَلَهُ عَنْهُ وَبِأَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَلِهِ وَسَلِّمْ كَانَ يُطِيْلُ صَلَاةِ اْلفَجْرِ دُوْنَ السَّائِرِ الصَّلَوَاتِ. قَالَ وَمَعْلُوْمٌ اِنَّهُ كَانَ يَدْعُوْ رَبَّهُ وَيُثَنَّى عَلَيْهِ وَيُمَجِّدُهُ فِى هَذَا اْلاِعْتِدَالِ. وَهَذَا قُنُوْتٌ مِنْهُ بِلَارَيْبٍ فَنَحْنُ لَانَشُكُّ وَلَا نَرْتَابُ اِنَّهُ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا.

Ketika ditanya sahabat tentang qunut fajar, Anas menjawab: Rasululoh (ketika qunut), ia memanjangka shalat fajar (Subuh) tidak seperti shalat lainnya. Panjang, karena ia membaca do’a, memuji Alloh, mengagungkan-Nya dalam I’tidal ini. Inilah yang dikatakan qunut, tidak diragukan lagi. Kita tidak perlu syak (bimbang) dan ragu lagi bahwa Nabi membaca qunut dalam shalat subuh sampai meninggal !. Wallohu a'lam.

Masalah Qunut Pada Sholat Subuh, Dalil dan Hukum Membaca Do’a Qunut Subuh


Doa Qunut Shubuh yang hampir dilakukan oleh mayoritas masyarakat muslim Indonesia khususnya warga Nahdhiyyin, menjadi salah satu obyek pekerjaan tetap orang-orang di luar kalangan Sunni untuk memancing kemarahan dan percekcokan. Mereka mengatakan bahwa hadits tentang qunut Shubuh adalah dha‘if, sehingga mengamalkannya adalah sebuah kesalahan dan bid’ah yang harus dihindari jauh-jauh. Padahal kalau kita jujur, masalah ini adalah masalah ijtihadiyyah yang tidak diperkenankan untuk gegabah menolak. Sedangkan mengenai haditsnya pun ulama juga masih menyelisihkannya antara shahih dan tidaknya.

Dasar amalan qunut Shubuh menurut madzhab asy-Syafi’i adalah berdasar hadits berikut:


مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا

“Rasulallah selalu melakukan qunut pada shalat Shubuh hingga beliau wafat.”
Hadits tersebut di riwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dan Ishaq bin Rahuyah (bukan Rahawaih) dalam Musnad-nya dari shahabat Anas.

Imam an-Nawawi mengatakan bahwa hadits qunut Shubuh adalah shahih diriwayatkan oleh banyak huffazh (jam' dari kata al-hafizh) dan semua mengatakan shahih. Diantara ulama yang mengatakan shahih adalah al-Hafizh al-Balkhi, al-Hakim, dan al-Baihaqi. Begitu juga Imam ad-Daraquthni juga meriwayatkan dengan sanad shahih.

Al-Baihaqi—dengan sanad hasan—meriwayatkan dari Awwam bin Hamzah, dia mengatakan: “Aku bertanya kepada Abu ‘Utsman tentang qunut Shubuh dan beliau menjawab: ‘Qunut Shubuh dilakukan setelah rukuk.’ Aku kembali bertanya: ‘Dari siapa keterangan tersebut?’ Beliau menjawab: ‘Dari Abu Bakar, Umar dan ‘Utsman radhiyallahu ‘anhum.’” Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari tabi’in, Abdullah bin Ma’qil dengan sanad shahih masyhur, bahwa Ali bin Abi Thalib melakukan qunut dalam shalat Shubuh.

Imam Muslim meriwayatkan dari al-Bara’ ra. hadits:
إَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ

“Sesungguhnya Rasulallah melakukan qunut pada shalat Shubuh dan Maghrib.”
Dengan ini semua, menjadi terang bahwa semua pernyataan mengenai tidak didapatkan dalil dari hadits shahih tentang disyariatkannya qunut Shubuh telah terbantahkan.

Sebenarnya, hadits tentang qunut Shubuh riwayat dari shahabat Anas di atas masih diperselisihkan ulama ahli hadits. Sebagian ahli hadits mengatakan dha‘if dan sebagian yang lain mengatakan shahih, seperti an-Nawawi, al-Baihaqi dan lain-lain.

Lepas dari khilafiyyah tentang penilaian hadits di atas, tidak menerima hasil pen-tashhihan hadits dari an-Nawawi, al-Baihaqi dan ulama lain yang sudah teruji keilmuannya, baik di bidang hadits maupun yang lain, maka hal itu semakin memperjelas sikap ekstrim serta dan tidak menghormati jerih payah ijtihad ulama-ulama hanya karena berbeda keyakinan. Apalagi masalah ini adalah masalah khilafiyyah, baik yang mengatakan disunahkan qunut Shubuh (asy-Syafi’i dan Malik) atau tidak (Abu Hanifah dan Ahmad), semua mempunyai dasar dan dalil.[6] Dan menghina bukanlah ciri khas muslim sejati.

Dengan hadits tentang qunut yang dinilai shahih oleh segolongan ahli hadits, jika masih saja ada yang kalangan yang menyatakan qunut adalah suatu bid'ah dan dosa, maka orang tersebut mendapat sangsi keras lantaran telah mencederai ijtihad Imam asy-Syafi’i dan Imam Malik, serta ulama-ulama pengikutnya dalam menetapkan qunut Shubuh.

Dalam al-Mudawwanah di tuliskan bahwa Ibnu Mas'ud, Hasan al-Bashri, Abu Musa al-Asy'ari, Ibnu Abbas, Abu Bakrah, Abdurrahaman bin Abi Laila mengatakan bahwa qunut adalah sunnah yang telah lalu. Bahkan Ibnu Sirin, Rabi' bin Khutsaim, Bara' bin Azib dan Abidah as-Salmani juga melakukan qunut Shubuh.

Memang, penetapan disyariatkan atau tidaknya qunut Shubuh masih diperselisihkan para ulama, termasuk para mujtahid madzhab empat. Namun, alangkah lebih terhormat, arif dan bermartabat apabila masalah ini di dudukkan sebagai masalah khilafiyyah sehingga kita tidak gegabah menilai salah ijtihad ulama lain. Akan tetapi realitas menunjukkan bahwa kalangan muslim yang berada di luar lingkungan Ahlussunnah, tidak bisa memposisikan khilaf dalam koredor hukum ijtihadiyyah yang sebenarnya. Bukankan para shahabat Rasulallah atau salaf shalih juga berselisih dalam hukum? Namun mereka tetap saling menghormati satu dengan yang lain. Sebandingkah pulakah mereka dengan Imam asy-Syafi’i dan Imam Malik bin Anas sehingga mereka menganggap ijtihad mereka tentang qunut Shubuh adalah batil. Tidak sadarkah mereka bahwa perilaku menghina pengamal qunut Shubuh adalah tindakan yang tidak sejalan dengan sunnah Rasulallah dan para shahabatnya yang menghormati ijtihad orang lain?! Banyak orang yang mengaku paling membela sunah Rasulallah tapi akhlaknya jauh dari apa yang diajarkan oleh Rasulallah. Na’udzubillah

Kemudian Ashhab (pengikut) asy-Syafi’i dalam menanggapi hadits-hadits tentang tidak adanya qunut Shubuh adalah sebagai berikut:
1.Hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas bahwa:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ

“Rasulallah melakukan qunut selama sebulan[7], mendoakan jelek kepada satu kelompok (salah satu kabilah dari Bani Sulaim) kemudian tidak melakukan qunut lagi.”

Maksud hadits tersebut adalah Rasulallah tidak lagi melakukan qunut atau doa untuk orang kafir dan melaknatnya, bukan meninggalkan semua qunut, yang artinya Rasulallah masih tetap melakukan qunut biasa. Ta’wil ini dilakukan untuk mengumpulkan hadist di atas dengan hadits riwayat Anas bahwa “Rasulallah selalu melakukan qunut Shubuh sampai beliau wafat” yang juga shahih secara jelas, maka wajib adanya jam‘u dalilain (pengumpulan dua dalil). Penta’wilan ini dikuatkan riwayat al-Baihaqi dari Abdurrahman bin Mahdi, dia mengatakan: “Rasulallah meninggalkan doa laknat.”

Lebih jelas lagi, sebagai penguat ta’wil di atas adalah riwayat dari Abu Hurairah bahwa Rasulallah melakukan qunut setelah rukuk dalam shalatnya selama sebulan, mendoakan seseorang kemudian tidak melakukan doa lagi.
كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ
“Rasulallah ketika akan mendoakan jelek kepada seseorang atau mendoakan baik untuk seseorang, maka beliau akan qunut (berdoa) setelah rukuk.’”
1.Hadits riwayat dari Anas dan dishahihkan Ibnu Khuzaimah

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنَتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا الْقَوْمَ أَوْ دَعَا عَلَى قَوْمٍ

“Rasulallah tidak melakukan qunut kecuali apabila berdoa kebaikan untuk kaum atau mendoakan jelek pada suatu kaum.”

Dengan hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dai Anas di atas, beberapa orang yang anti qunut Shubuh mendakwakan bahwasannya hadits tentang qunut Shubuh bertentangan dengan hadits tersebut. Pernyataan tersebut tidak benar, karena hadits tersebut berbicara tentang qunut nazilah, bukan qunut Shubuh. Lantaran kata “yaqnutu” pada hadits tersebut bermakna doa bukan bermakna qunut. Andai hadits tersebut berkaitan dengan qunut Shubuh, tentu hadits ini menjadi dalil bagi Madzhab Hanafi dan Abu Yusuf tentang tidak bolehnya melakukan qunut Shubuh, padahal dalil madzhab Hanafi dan Abu Yusuf yang tidak mensyariatkan qunut Shubuh bukan berdasar hadits di atas.

Madzhab Hanafi, madzhab Ahmad bin Hanbal dan Abu Yusuf mengambil dalil tentang tidak bolehnya mengamalkan qunut Shubuh dengan hadits riwayat at-Tirmidzi dan lain-lain.

Redaksi dan Bacaan Do’a Qunut Nazilah

Qunut Nazilah ialah Qunut di selain shalat subuh dan witir di bulan Ramadhan diperbolehkan menurut mayoritas ulama, qunut ini dilakukan saat bencana melanda kaum muslimin.

واما غير الصبح من المكتوبات فهل يقنت فيها فيه ثلاثة اقوال حكاها امام الحرمين والغزالي وآخرون (الصحيح) المشهور الذى قطع به الجمهور ان نزلت بالمسملين نازلة كخوف أو قحط أو وباء أو جراد أو نحو ذلك قنتوا في جميعها وإلا فلا(والثانى)يقنتون مطلقا حكاه جماعات منهم شيخ الاصحاب الشيخ أبو حامد في تعليقه ومتابعوه(والثالث) لا يقنتون مطلقا حكاه الشيخ أبو محمد الجويني وهو غلط مخالف للسنة الصحيحة المستفيضة " ان النبي صلي الله تعالي عليه وسلم قنت في غير الصبح عند نزول النازلة حين قتل اصحابه القراء

[ Masalah ] 1. Apakah diselain shalat shubuh boleh menjalankan Qunut ?
Terdapat tiga pendapat mengenai hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Haramain, al-Ghazali dan Ulama-ulama lainnya :
Pendapat shahih yang mashur yang diputuskan oleh mayoritas ulama “bila kaum muslimiin sedang ditimpa musibah seperti ketakutan, bencana, paceklik, wabah dan sejenisnya berqunutlah disetiap waktu shalat, bila tidak jangan
Berqunutlah secara muthlak, pendapat Syekh Ashaab, Abu Hamid dan pengikut-pengikutnya
Jangan Qunut secara mutlak, pendapat Syekh Abu Muhammad al-Juwainy. [ Al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab III/492 ]. Wallaahu A'lamu Bis showaab

Masalah Qunut pada sholat shubuh termasuk persoalan-persoalan fiqih cabang yang tidak sepatutnya menjadikan kaum muslim terpecah belah dan saling bermusuhan karenanya. Dalam menjelaskan masalah ini, para ahli fiqih berbeda pendapat tentangnya.

Para ulama madzhab Syafi’i dan madzhab Maliki Sunnah. Sementara, para ulama madzhab Hanafi dan Madzhab Hambali berpendapat tidak ada qunut pada shalat subuh.

Imam Nawawi berkata, “Kketahuilah bahwa qunut pada shalat subuh itu disyariatkan menurut madzhab kami. Hukumnya sunnah muakkad, karena hadis yang diriwayatkan oleh Annas bin Malik Ra,
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا

“Rasulullah Saw senantiasa melakukan qunut pada shalat subuh sampai Beliau meninggalkan dunia”
(HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol. III, hal 162; Abdurrazaq, Mushannaf Abdurrazzaq, vol. III, hlm. 110; Daraquthni, Sunan Daruquthni, vol. II, hlm. 39; dan disebutkan oleh Al-Haitsani di dalam Majma’ Al-Zawaid, vol. II, hlm. 139; serta Hakim di dalam Al-arba’in, dan dia berkata, “Hadits shahih; para periwatnya seluruhnya adalah orang-orang yang tsiqah.”)

Mereka berkata seandainya meninggalkannya, shalatnya tidak batal. Akan tetapi, ia harus melakukan sujud sahwi, baik ia meninggalkannya dengan sengaja atau karena lupa.”

Berkenaan dengan hukum qunut shalat subuh, banyak perkataan-perkataan dan bentuk-bentuk qunut yang dikutip dari sebagian sahabat dan kalangan tabi’in. Di antaranya adalah pendapat Ali bin Ziyad uang menyatakan wajib melakukan qunut pada shalat subuh. Jadi apabila dia meninggalkannya, shalatnya batal.

Dan boleh dilakukan sebelum ruku’ atau sesudahnya pada roka’at kedua. Akan tetapi, yang disunnahkan dan lebih utama adalah melakukannya sebelum ruku’ setelah selesai membaca ayat, tanpa bertakbir sebelumnya. Hal itu, karena padanya terkandung unsur toleransi kepada orang yang masbuq. Tidak dibedakan antaranya dengan dua rukun shalat (yang ditandai dengan takbir). Dan qunut telah menjadi ketetapan yang diamalkan pada zaman Umar Ra dengan kehadiran para sahabat.
Qadhi Abdul Wahhab al-Baghdadi berkata, “Diriwayatkan dari Abu Raja Al-Atharidi bahwa dia berkata, “Pada awalnya qunut itu dilakukan setelah ruku’. Lalu Umar menjadikannya sebelum ruku’ agar orang yang mengejar shalat (jama’ah) bisa mendapatnkannya. Dan diriwayatkan bahwa golongan Muhajirin dan Anshar meminta hal itu kepada Utsman. Dia pun menjadikannya sebelum ruku’ karena didalam hal itu terdapat faidah yang tidak didapatkan apabila dilakukan sesudahnya, yaitu yang tidak didapatkan apabila dilakukan sesudahnya, yaitu posisi berdiri yang lama sehingga orang yang terlambat datang bisa mendapatkan raka’at. Maka sebelum ruku’ lebih utama dengan alasan itu, terlebih lagi pada shalat subuh.

Rekomendasi Bacaan Buat Kamu : Do'a dan Keampuhan Membaca Do'a

Menjadi rajih dan kuat pendapat Madzhab Syafi’i mengenai qunut karena kuatnya dalil-dalil mereka sebagai berikut:

• Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari ruku’ pada saat shalat subuh di raka’at yang kedua, beliau pun berdo’a dengan do’a ini: “Ya Allah, tunjukilah aku di dalam golongan orang-orang yang Engkau beri petunjuk....(hingga akhir).” Dalam riwayat Baihaqi terdapat tambahan ungkapan, “Maka, bagi-Mu pujian atas apa yang Engkau tetapkan.” Dan, Thabrani menambahkan, “Dan tidak mulia orang yang menentang-Mu.”
HR. Hakim, Al-Mustadrak, vol. IV, hlm. 298; Baihaqi, Al-Sunan Ash-Shugra vol. I, hlm. 276; Thabrani, Al-Mu’jam Al-Awsath, vol. VII, hlm. 232; dan disebutkan oleh Ash-Sha’ani, Subul Al-Salam, vol. I, hlm. 186-187

• Hadits Anas bin Kalik Ra bahwa, “Rasulullah Saw senantiasa melakukan qunut pada sahalat subuh sampai beliau meninggalkan dunia.” ¹ Dan Annas ditanya, “Apakah Rasulullah Saw melakukan qunut pada shalat subuh?” Dia menjawab, “Benar.” Ditanyakan lagi kepadanya, “Apakah sebelum ruku’ atau setelah ruku’?” Dia menjawab, “Setelah ruku’.”

¹ HR. Ahmad, Musnad Ahmad, vol. III, hlm. 162; Abdurrazzaq, Mushannaf Abdurrazzaq, vol. III, hlm. 110; Daraquthni, Sunan Daraquthni, vol. II, hlm. 39; dan disebutkan oleh Al-Haitsami di dalam Majma’ Az-Zawaid vol. II, hlm. 139; serta Hakim di dalam Al-Arba’in, dan dia berkata, “Hadits Shahih; para periwayatnya seluruhnya adalah orang-orang yang Tsiqah.”

• Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra; dia berkata: “Demi Allah, aku adalah orang yang paling dekat diantara kalian dalam shalat dengan Rasulullah Saw”. Dan Abu Hurairah melakukan qunut pada raka’at terakhir shalat subuh setelah dia mengucapkan sami‘allahu liman hamidah, berdoa bagi orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, dan melaknat orang-orang kafir.
HR. Baihaqi, As-Sunan Ash-Shugra, vol. I, hlm. 277, cet. Maktabah Al-Dar

• Dari Abdullah bin Abbas Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw mengajarkan kepada kami doa yang kami panjatkan didalam qunut pada shalat subuh:

“Ya Allah berilah petunjuk kepada kami di dalam golongan orang yang Engkau berikan petunjuk; sehatkan kami dalam kelompok orang yang Engkau beri kesehatan; peliharalah kami dalam golongan orang yang Engkau pelihara; limpahkan berkah bagi kami pada apa yang Engkau berikan; dan lindungilah kami pada apa yang Engkau memutuskan dan tidak diputuskan atas-Mu; tidak menjadi hina orang yang membela-Mu; Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”
HR. Baihaqi, As-Sunan Al-Kubra, vol. II, hlm. 210, cet. Maktabah Al-Baz

• Dan pada hadits, “Rasulullah Saw apabila mengangkat kepalanya dari raka’at yang kedua, Beliau pun mengangkat kedua tangan dan berdoa dengan do’a ini: Ya Allah, tunjukilah aku di dalam golongan orang-orang yang Engkau beri petunjuk.” Didalam riwayat lain, “Bahwa apabila Beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh di raka’at yang terakhir, Beliau melakukan qunut.”
Imam Syuyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, vol. I, hlm. 157, cet. Thair al-Ilmi. Syaikh al-Albani berkata, “Hadits shahih.” Lihat, Al-Albani, Shahih al-Jami’, 4730.

Adapun lafaz doa qunut, maka yang dipilih adalah apa yang diriwayatkan dari Hasan bin Ali Ra, dia berkata, “Rasulullah Saw mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang aku ucapkan pada shalat witir,

“Allahummah dina fiman hadait, Wa afina fiman afait, Wa tawal lana fiman tawal lait, Wawaba riklana fi ma a’tait, Waqina syar rama qadait, innaka taqdi wala yukda alaik, inna hu laa yazillu man walait, Taba rakta rabbana wata alait.”

“Ya Allah berilah petunjuk kepada kami di dalam golongan orang yang Engkau berikan petunjuk; sehatkan kami dalam kelompok orang yang Engkau beri kesehatan; peliharalah kami dalam golongan orang yang Engkau pelihara; limpahkan berkah bagi kami pada apa yang Engkau berikan; dan lindungilah kami pada apa yang Engkau memutuskan dan tidak diputuskan atas-Mu; tidak menjadi hina orang yang membela-Mu; Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”...
Para ulama menambahkan padanya, “Wala yaizzu man adait”. “Dan tidak mulai orang-orang yang menentang-Mu,”

Serta : “Falakal hamdu ala maa qadait astaghfirka wa atuubu ilaik”. “Maka, bagi-Mu pujian atas apa yang Engkau tetapkan; aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu”.
Sebelum : “Taba rakta rabbana wata alait.”. “Mahasuci Engkau, Tuhan kami, dan Mahatinggi.”

Dalam Raudlah Ath-Thalibin, Imam Nawawi berkata, ”Para sahabat kami (ulama madzhab) berkata, “Tidak mengapa dengan tambahan ini.” Abu Hamid, al-Bandaniji, dan lain-lain berkata dalam Nihayat Al-Muhtaj, vol. I, hlm. 503 mengatakan, “Sunnah.”. Dan disunnahkan agar dia mengucapkan setelah doa tersebut, “ Ya Allah, limpahkan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, serta salam sejahtera”. Dan itu menurut pendapat yang shahih dan Masyhur.

Berdasarkan keterangan yang telah dikemukakan, bahwa pendapat Madzhab Syafi’i kuat dan rajih, yaitu qunut di dalam shalat subuh itu sunnah; disunnahkan bagi orang yang meninggalkannya agar melakukan sujud sahwi untuk menggantikannya. Akan tetapi, tidak batal shalat dengan meninggalkannya. Dan Allah Swt Maha Tinggi lagi Maha Mengetahui.
(dikutip dari : Al-Bayan Al-Qawim li Tashih Ba’dhi Al-Mufahim, Syekh Ali Jum’ah, Mufti Mesir).

TAMBAHAN :
Katanya tentang hadist bahwa rasulullah saw. meninggalkan doa qunut itu maksudnya bukan qunutnya melainkan hanya sebagian doanya yang ada pada qunut nazilahnya (tentang laknat atas suatu kaum) ?
Ya,mungkin yang maksud :
PERTAMA : Hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas :

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ
“Rasulallah melakukan qunut selama sebulan , mendoakan jelek kepada satu kelompok (salah satu kabilah dari Bani Sulaim) kemudian tidak melakukan qunut lagi.”

Maksud hadits tersebut adalah Rasulallah tidak lagi melakukan qunut atau doa untuk orang kafir dan melaknatnya, bukan meninggalkan semua qunut, yang artinya Rasulallah masih tetap melakukan qunut biasa. Ta’wil ini dilakukan untuk mengumpulkan hadist di atas dengan hadits riwayat Anas bahwa “Rasulallah selalu melakukan qunut Shubuh sampai beliau wafat” yang juga shahih secara jelas, maka wajib adanya jam‘u dalilain (pengumpulan dua dalil). Penta’wilan ini dikuatkan riwayat al-Baihaqi dari Abdurrahman bin Mahdi, dia mengatakan: “Rasulallah meninggalkan doa laknat.”

Lebih jelas lagi, sebagai penguat ta’wil di atas adalah riwayat dari Abu Hurairah bahwa Rasulallah melakukan qunut setelah rukuk dalam shalatnya selama sebulan, mendoakan seseorang kemudian tidak melakukan doa lagi.

كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَدْعُوَ عَلَى أَحَدٍ أَوْ يَدْعُوَ لِأَحَدٍ قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ
“Rasulallah ketika akan mendoakan jelek kepada seseorang atau mendoakan baik untuk seseorang, maka beliau akan qunut (berdoa) setelah rukuk.’”
KEDUA : Hadits riwayat dari Anas dan dishahihkan Ibnu Khuzaimah.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ لاَ يَقْنَتُ إِلاَّ إِذَا دَعَا الْقَوْمَ أَوْ دَعَا عَلَى قَوْمٍ

“Rasulallah tidak melakukan qunut kecuali apabila berdoa kebaikan untuk kaum atau mendoakan jelek pada suatu kaum.”

Dengan hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dai Anas di atas, beberapa orang yang anti qunut Shubuh mendakwakan bahwasannya hadits tentang qunut Shubuh bertentangan dengan hadits tersebut. Pernyataan tersebut tidak benar, karena hadits tersebut berbicara tentang qunut nazilah , bukan qunut Shubuh. Lantaran kata “yaqnutu” pada hadits tersebut bermakna doa bukan bermakna qunut. Andai hadits tersebut berkaitan dengan qunut Shubuh, tentu hadits ini menjadi dalil bagi Madzhab Hanafi dan Abu Yusuf tentang tidak bolehnya melakukan qunut Shubuh, padahal dalil madzhab Hanafi dan Abu Yusuf yang tidak mensyariatkan qunut Shubuh bukan berdasar hadits di atas.

Madzhab Hanafi, madzhab Ahmad bin Hanbal dan Abu Yusuf mengambil dalil tentang tidak bolehnya mengamalkan qunut Shubuh dengan hadits riwayat at-Tirmidzi dan lain-lain dari Sa’ad bin Thariq berikut:

يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ أفَكَانُوا يَقْنُتُونَ فِي الْفَجْرِ فَقَالَ أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ

“Wahai ayahku, engkau shalat di belakang Rasulallah, Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan Ali, apakah mereka semua melakukan qunut dalam shalat fajar ? Wahai anakku, itu adalah sesuatu yang baru.”
Menanggapi hadits ini, para ulama yang menetapkan qunut Shubuh memberikan jawaban bahwa ucapan Thariq al-Asyja’i tersebut adalah dalam kapasitas ijtihad shahabat karena tidak dinisbatkan sama sekali (marfu’) pada Rasulullah.


mudah-mudahan kajian tersebut dapat menambah wawasan kita semua.
Dikutip dari PISS-KTB

Monday, 8 October 2018

Do'a dan Keampuhan Membaca Do'a

Do'a dan Keampuhan Membaca Do'a
Do'a dan Keampuhan Membaca Do'a
Doa adalah Ibadah, begitulah yang disebutkan dalam sebuah hadist Nabi SAW “Ad-Du’a u huwal ‘Ibadatu”. Hadist ini diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir. Didalam alqur’an disebutkan ada beberapa istilah yang berkaitan dengan do’a, setidaknya ada enam istilah sebagaimana keterangan berikut ini.

* Arti kata DO'A yang terdapat dalam Al-Qur'an :

1.-Ibadat {QS.Yunus:106}
2.-Memohon pertolongan {QS.Al-Baqarah:23}
3.-Panggilan {QS.Al-Isra':52}
4.-Perkataan {QS.Yunus:10}
5.-Pujian {QS.Al-Isra':110}
6.-Permohonan {QS.AL-Mukmin:60}
* Fungsi DO'A :
1.-Otaknya ibadah
2.-Mendatangkan anugerah dari Allah
3.-Senjata orang beriman
4.-Tiangnya agama
5.-Cahaya langit dan bumi
6.-Mendatangkan kesejahteraan hidup
7.-Pembuka pintu rahmat
8.-Menolak bencana
9.-Menyelamatkan diri dari ancaman musuh
10.-Memudahkan datangnya rizqi
11.-Penentram batin
12.-Penyembuh berbagai macam penyakit
13.-Pengantar kebahagiaan dunia akhirat
14.-Penghubung sesama sahabat di tempat jauh
15.-Penghubung antara orang tua dan anak
16.-Penghubung bagi orang-orang yang telah meninggal
* Syarat terkabulnya DO'A :
1.-Ikhlas karena Allah
2.-Tidak terburu-buru
3.-Tidak untuk dosa
4.-Penuh keyakinan
5.-Makan dan minumnya harus dari barang halal
6.-Bertaqwa kepada Allah
7.-Dengan rendah hati dan suara lembut
8.-Sabar dan shalat
* Adab-adab berdo'a :
1.-Diawali dan diakhiri dengan Basmalah,Hamdalah,serta Shalawat
2.-Diulang 3x
3.-Menghadap kiblat seraya menadahkan tangan
4.-Memiliki wudhu'
* Tempat-tempat Mustajab :
1.-Ka'bah
2.-Pancuran emas ka'bah
3.-Pojok Hajar Aswad
4.-Hijir Ismail
5.-Sumur zam-zam
6.-Muzdalifah
7.-Shofa
8.-Marwah
9.-Tugu Ula Mina
10.-Tugu Wustho Mina
11.-Tugu 'Aqabah Mina
12.-Padang Arafah
13.-Masy'aril Haram
14.-Masjid Nabawi Madinah
15.-Majlis-majlis dzikir

‎* Waktu-waktu Mustajab :

1.-Antara adzan dan iqomah
2.-Sesudah shalat lima waktu
3.-Tengah malam yang sunyi
4.-Hari jum'at dan malamnya
5.-Ketika matahari condong sedikit ke arah barat
6.-Hari arafah
7.-Pertengahan bulan sya'ban
8.-Malam Idul fitri dan Idul adha
9.-Bulan ramadhan
10.-Ketika perang membela agama islam
11.-Ketika khatmul Qur'an
12.-Ketika turun hujan
13.-Ketika mendung gelap dan angin kencang
14.-Pada waktu terharu airmata keluar
15.-Ketika bersin
16.-Pada waktu membaca QS.Ar-Rahman setelah membaca ayat :
17."Kullu man 'alayhaa faanin"
18.-Pada waktu ruku' dan sujud
19.-Pada waktu melihat orang-orang lupa kepada Allah
20.-Pada waktu berdzikir bersama-sama

‎* Orang-orang yang do'anya terkabul :

1.-Orang yang teraniaya
2.-Orang yang berdo'a untuk saudara dari kejauhan
3.-Orang yang sedang berpuasa
4.-Orang yang sakit
5.sampai datang kesembuhan
6.-Orang yang terkena cobaan dari Allah
7.-Orang yang sedang dalam bepergian bukan untuk maksiat
8.-Orang yang sedang melaksanakan ibadah haji
9.-Orang yang berperang di jalan Allah
10.-Orang lanjut usia yang slalu taat
11.-Orang yang membantu orang yang sedang kesulitan
12.-Orang yang disantuni kepada yang menyantuni
13.-Orang yang senantiasa berdzikir kepada Allah
14.-Orang yang banyak berjasa kepada masyarakat
15.-Orang yang membiasakan berdo'a di waktu senang
16.-Anak terhadap orang tuanya
17.-Orang tua terhadap anaknya
18.-Pemimpin yang adil dan bijaksana
19.-Segolongan orang-orang shaleh

Mungkin Ada banyak keluhan yang dirasakan oleh orang disekitar kita, terutama orang-orang yang selalu berdoa. Mereka meminta kepada Allah, tetapi doa yang mereka panjatkan belum mendapatkan jawaban dari Allah SWT. Sehingganya muncul rasa pesimis dalam diri mereka, mereka beranggapan bahwa Allah tidak mendengarkan keluhan dan kesusahan yang sedang mereka alami. Mengapa?

Pada hakikatnya ayat “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan aku kabulkan”- adalah sebuah janji yang mutlak tidak mungkin diingkari oleh Allah Swt. karena sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji (QS. Ra’d: 31).

Sabda Rasulallah Saw : “Tidak ada seorang muslim yang berdoa melainkan akan dikabulkan, ada kalanya disegerakan didunia, ada kalanya disimpankannya untuknya di akhirat. Dan ada kalanya digunakan untuk menghapuskan dosa-dosanya sesuai dengan kadar doa yang ia ucapkan selama ia tidak berdoa untuk dosa atau memutuskan tali persaudaraan”.

Dan beliaupun bersabda : “Nanti pada hari kiamat Allah Swt akan memperlihatkan setiap doa yang dipanjatkan oleh setiap orang sewaktu di dunia yang tidak Allah kabulkan, dimana Allah berfirman: Hambaku, pada suatu hari kamu memanjatkan doa kepadaku, namun Aku tahan doamu itu, maka inilah pahala sebagai pengganti doamu itu”. Orang yang berdoa itu terus menerus diberi pahala sehingga ia berharap kiranya semua doanya itu hanya dibalas di akhirat saja dan tidak diberikan di dunia”.

Dari kedua hadist diatas, kita akan mengerti dan memahami bahwa tidak semua apa-apa yang kita minta (doa) kepada Allah, tidak selalu baik untuk dikabulkan di dunia. Tetapi boleh jadi akan lebih baik bila diterima di akhirat kelak. Dan pada saat kita berdoa memohon kepada Allah, hakikatnya kita berada pada posisi dekat kepada Allah, sehingga walau tak dikabulkan di dunia, malah menjadi pahala penghapus dosa-dosa lalu. Lalu mengapa kita tidak berdoa?
Berdoa adalah ibadah, sebagaimana disebutkan diatas. Bahkan dikatakan sebagai ruhnya ibadah. Orang yang hidupnya tidak dilewati dengan berdoa maka ia adalah makhluk yang sombong. Padahal perilaku sombong adalah termasuk bagian sifat penghuni jahanam.

Sabda Rasulallah Saw :
Doa itu adalah ibadah. Kemudian beliau membaca firman Allah ta’ala (yang artinya): “Dan Tuhanmu berfirman: “berdoalah kepadaKu, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina

Syekh Ibnu Atthoillah memberikan nasehat didalam kitab Hikamnya:
Janganlah engkau putus asa karena tertundanya pemberian, padahal engkau telah mengulang-ulang doa. Allah menjamin pengabulan doa sesuai dengan apa yang Dia pilih untukmu, bukan menurut apa yang engkau pilih sendiri, dan pada saat yang Dia kehendaki, bukan pada waktu yang engkau ingini.
Di antara syarat diterimanya doa adalah apabila dilaksanakan dengan penuh harapan dan tidak berputus asa.

Belum terkabulnya doa seorang hamba, padahal ia telah berulang-ulang berdoa jangan sampai menjadikannya putus asa, karena Allah berfirman, ”Berdoalah kalian kepada-Ku maka Aku akan mengabulkanmu.” (Ghâfir: 60)
Allah SWT. akan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya. Namun demikian, terkabulnya doa tidaklah terikat dengan kemauan si hamba akan tetapi lebih terikat dengan kehendak dan rencana Allah. Karena Allah Maha Mengetahui akan kondisi hamba-hamba-Nya; terkadang Allah menolak permintaan seorang hamba, karena memang yang terbaik adalah tidak terkabulnya doa itu. Dalam konteks ini, ketika Allah menolak suatu doa sebenarnya secara tersirat memberi, sebagaimana dikatakan oleh syaikh Atha’, ”Ketika Allah menolak sebuah permintaan sebenarnya memberi dan ketika memberi sebenarnya menolak.”

Untuk memperkuat pandangan ini, simaklah ayat berikut ini,

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah Maha Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Abu Dzar al-Ghifari berkata: Doa itu melengkapi amal kebajikan sebagaimana garam melengkapi makanan.

Seseorang yang berdoa hendaknya jangan tergesa-gesa, karena sesungguhnya orang yang berdoa kepada Allah niscaya akan dikabulkan segera atau lambat. Kadang kala permohonannya dikabulkan seketika, kadangkala dikabulkan pada waktu yang agak lama, kadang kala tidak dikabulkan di dunia dan nanti akan diganti dengan pahala di akhirat.

Setiap kita hendaknya selalu memposisikan diri sebagai hamba Allah yang berdoa, menangis di keheningan malam, memohon ampunan atas segala dosa di masa lalu. Memohon limpahan kemudahan hidup serta diselamatkan kelak dari api neraka.

Manusia yang merasa telah cukup puas dengan apa yang didapatkan didunia sehingga tidak mau berdoa adalah termasuk manusia yang merugi karena kesombongannya di hadapan Allah Swt.

Para nabi dan rasulpun selalu menengadahkan tangan memohon dan berdoa kepada Allah Swt siang dan malam tanpa lelah. Mereka yang telah dijamin kebahagiaan di akhirat kelak masih mau meminta pertolongan Allah. Sedang kita yang belum tahu di mana tempat akhir persinggahan masih melalaikan fasilitas doa yang telah disedia di dunia.

Sebagai suri tauladan kita dapat temukan beberapa kisah para nabi dan rasul yang berdoa untuk mendapatkan hajat dan keinginan mereka. Seperti:

  1. Nabi Adam As bapak para manusia memohon ampunan karena telah mendzalimi dirinya memakan buah khuldi di surga. Saat diturunkan didunia, setiap hamparan tanah tak terlepas dari tetesan air mata penyesalan beliau. Doa beliau:

"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Al-A’raf: 23)

  1. Nabi Ibrahim As bapak para nabi mendoakan tanah suci makkah sebagai tanah yang diberkati oleh Allah, sehingga walau pun terdiri dari tanah yang tandus dan berbatuan, tetapi selalu dilimpahi rahmat dari berbagai buah-buah.

"Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian.” (Albaqoroh: 126)

  1. Nabi Musa as, nabi yang telah menyelamatkan bani Israil dari kukungan Firaun di mesir, pada saat beliau mendapat kesusahan untuk berdakwah karena cacat pada lidahnya, maka ia berdoa:
"Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (QS. Thoha: 25-28)

  1. Nabi Sulaiman As, seorang yang mendapat kenikmatan dunia yang luar biasa, yang memiliki kekuasaan atas jin, manusia, binatang, angin dan air masih mampu mengucapkan doa.
"Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." (QS. An-Naml: 19)

Masih banyak doa-doa yang diucapkan para nabi dalam al-Quran, yang tentunya bila kita mau mentadaburi nya kita akan menjadi malu. Alangkah sombongnya kita, alangkah angkuhnya kita, alangkah malangnya diri kita yang telah menyia-nyiakan waktu dan umur kita dari perbuatan doa kepada Allah sedang para Nabi pun berdoa.

Berdoalah, agar kita mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Melengkapi Ta'bir ditas "Telah datang dalam Raghaaib al-Quran milik al-Habiib as-Salmy, dari Sa’id Bin Jubair dari Ibn Abbas ra, ia berkata “Pertama kali diturunkannya BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM pada Nabi Sulaiman Bin Daud As terbukalah dunia dan para Malaikat merendahkan diri, ialah bacaan penduduk langit, kemudian ia diangkat dan diturunkan pada Nabi Muhammad SAW dalam surat an-Naml, maka ia menjadi pembuka yang agung bagi Muhammad SAW, maka saat kalian membacanya perpanjangkanlah karena ia adalah yang mulia, saat kalian menulisnya maka bacalah karena ia adalah penawar setiap penyakit, dan sebuah pembicaraan tidak diawali dengan selainnya, maka ia dijadikan pembuka setiap yang samar, dan tidak tertolak doa yang permulaannya BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM”. [ Lanhah al-Anwaar I/477 ].
Nabi SAW bersabda “Tidak tertolak doa yang awalnya adalah BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM”. [ Lanhah al-Anwaar I/480-484 ].

Untuk menggapai hasil yang kita cita-citakan, setiap orang punya usaha keras. Siang malam mengeluarkan keringat untuk menggapainya. Mau usaha laundrynya sukses, bisnis komputernya lancar, atau berhasil dalam menghadapi ujian berbagai usaha pemasaran, inovasi produk dan belajar keras pun dilakukan. Namun satu hal yang mesti seorang pengusaha atau seorang yang ingin meraih keberhasilan perhatikan adalah bagaimana dirinya jangan sampai melupakan Rabb yang memudahkan segala urusan. Betapa pun usaha yang kita lakukan, itu bisa jadi sia-sia ketika kita melupakan Rabb Ar Rahman yang mengabulkan segala hajat. Dengan banyak memohon pada Al Fattaah, Maha Pemberi Karunia, segala hal bisa jadi lebih mudah. Inilah yang jadi senjata seorang muslim yang mesti ia gunakan untuk meraih suksesnya.

Janji Allah Bagi Orang yang Memanjatkan Do’a

Ayat-ayat qur’aniyah berikut menunjukkan keutamaan seseorang yang memanjatkan do’a. Allah Ta’alaberfirman,
Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”.” (QS. Ghofir/ Al Mu’min: 60)
 “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186)

Beberapa hadits berikut juga menunjukkan bagaimanakah keutamaan seseorang yang tidak bosan-bosannya memohon pada Allah. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Do’a adalah ibadah.”

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.”

Dari Abu Sa’id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan doa-do’a kalian.”

Bukti Ampuhnya Do’a

Beberapa kisah berikut membuktikan betapa ampuhnya do’a bagi seorang muslim.

(1) Do’a Ummu Salamah sehingga bisa menikah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ada sebuah hadits dari Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”,

maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Lihatlah bagaimana do’a Ummu Salamah bisa dikabulkan dengan diberi suami seperti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan ajaibnya do’a.

(2) Kisah Seorang Istri yang Mendoakan Suaminya yang Bejat
Ada seorang suami yang benar-benar jauh dari ketaatan pada Allah Ta’ala, yang gemar melakukan dosa. Ia memiliki istri yang sholehah. Istrinya ini senantiasa memberinya nasehat, wejangan dan berlemah lembut dalam ucapan pada suaminya, namun belum juga nampak bekas kebaikan pada diri sang suami. Si istri ini pun tahu bahwa do’a kepada Allah Ta’ala adalah sebaik-baiknya cara (agar suaminya bisa mendapatkan hidayah).Karena Allah subhanahu wa ta’ala yang memberi petunjuk pada siapa saja yang Dia kehendaki dan menyesatkan siapa saja yang Dia kehendaki. Si istri ini akhirnya terus menerus berdoa agar Allah memperbaiki keadaan suaminya menjadi baik dan menunjukkan suaminya ke jalan yang lurus (shirothol mustaqim). Ia tidak bosan-bosannya berdoa akan hal ini siang dan malam.


Akhirnya si istri mendapatkan waktu yang ia nanti-nanti. Suatu hari hidayah pun menghampiri suaminya, nampak pada suaminya tanda kembali taat. Suaminya akhirnya gemar lakukan kebaikan, ia pun bertaubat dan kembali kepada Allah Ta’ala. Walillahil hamd, segala puji hanya untuk Allah.[5] Lihatlah bagaimana lagi satu kisah yang menunjukkan keinginan yang terwujud berkat do’a pada Allah.

(3) Kisah Seorang Pria yang Dikaruniai Anak di Usia Senja.

Ada seorang pria menikahi seorang wanita. Ia sudah bersama wanita tersebut beberapa tahun lamanya, namun belum juga dikaruniai anak. Lalu ia menikah lagi dengan wanita lainnya, Allah pun belum menakdirkan baginya untuk memiliki anak. Hal ini membuat ia semakin merindukan memiliki buah hati. Ketika usianya sudah beranjak dewasa, ia menikah lagi dengan wanita ketiga. Padahal umurnya ketika itu adalah 60 tahun. Di setiap malam, ia selalu melakukan shalat tahajud. Di waktu sahr (menjelang Shubuh), ia berdo’a pada Allah, “Ya Allah, karuniakanlah padaku seorang anak laki-laki atau seorang anak perempuan.” Dengan karunia Allah subhanahu wa ta’ala, akhirnya istrinya pun hamil. Kemudian datanglah waktu istrinya melahirkan. Ia pun diberikan kabar gembira dengan diberi rizki seorang putera. Ia begitu amat gembira dan banyak bersyukur pada Allah. Beberapa waktu lagi setelah kelahiran tadi, Allah memberinya juga seorang puteri. Fa subhanal kariim. Maha Suci Allah atas karunia-Nya.

Kisah ini menunjukkan bagaimana ampuhnya do’a bagi seorang muslim. Mendapatkan keturunan di usia tua juga sudah dialami oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Namun Nabi Ibrahim mendapatkan anak dengan istri yang sama-sama juga sudah berusia senja. Allah Ta’ala menceritakan,

 “Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’qub. Isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.” ” (QS. Huud: 71-72)

Itulah karunia Allah, suatu hal yang mustahil bisa saja terjadi dengan izin Allah.

(4) Seorang Pemuda yang Berdo’a agar Dimudahkan Menundukkan Pandangan dari yang Haram

Ada seorang pemuda yang sempat melihat video-video (porno) dan gambar lain yang diharamkan. Ia pun bertekad kuat agar terhindar dari melihat seperti itu. Namun ia tidak mampu. Kemudian ia mampu. Ia pun berdo’a pada Allah Ta’ala agar Allah menjaga pendengaran dan penglihatannya dari yang haram. Akhirnya, Allah memperkenankan do’anya. Dari sini ia pun tidak suka melihat gambar-gambar yang terlarang seperti itu. Sampai-sampai ia pun bisa menghafalkan Al Qur’an karena sikapnya yang menjauhi maksiat.

Kisah ini membuktikan bahwa kita bisa terhindar dari maksiat hanya dengan taufik Allah, jalannya adalah dengan banyak memohon pada Allah. Laa hawla wa laa quwwata illa billah, tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi maksiat kecuali dengan pertolongan Ar Rahman. Do’a yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan agar kita bisa menjaga pandangan, pendengaran dan hati kita dari kejelekan dan maksiat adalah do’a,

“Allahumma inni a’udzu bika min syarri sam’ii, wa min syarri bashorii, wa min syarri lisaanii, wa min syarri qolbii wa min syarri maniyyii” (Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari kejelekan pendengaran, penglihatan, lisan, hati dan angan-angan yang rusak).


Jika Sobat ingin menambah wawasan Tentang Islam Silahkan Mampir ke sini : Ngajifiqih.com referensi seputar islam

Sunday, 7 October 2018

Adab Berdoa Menurut Syaikh Hujjatul Islam (Imam Ghozali)

Adab Berdoa Menurut Syaikh Hujjatul Islam (Imam Ghozali)
Adab Berdoa Menurut Syaikh Hujjatul Islam (Imam Ghozali)
Adab Berdoa Menurut Syaikh Hujjatul Islam (Imam Ghozali)

Do’a merupakan sebuah ibadah atau bahkan dapat disebut sebagai dari inti ibadah. Ada pula yang menyebutkan bahwa do’a adalah senjata orang mukmin. Berdo’a tidak hanya dalam keadaan sempit saja, namun juga dalam keadaan lapangpun sebagai mukmin harus tetap berdo’a kepada Allah SWT. Namun, dalam pelaksanaannya ada hal-hal yang harus diperhatikan, terutama masalah adab dalam berdo’a. Kali ini saya akan membahas Adab Berdoa Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW menurut Syaikh Hujjatul Islam Imam Ghozali. Imam Abu hamid al-Ghozali berkata dalam Kitab Ihyaa’
Adab berdoa ada sepuluh ringkasannya kurang lebihnya begini :
  • Hendaklah kita mengamati dan memilih waktu-waktu yang baik dan mulia untuk berdoa. Dengan berdasarkan hadits Rasulullah Imam al-Ghazali dalam Ihya’nya mencontohkan bahwa waktu–waktu yang baik itu adalah seperti hari Arafah, bulan Ramadhan hari Jum’at, dan diwaktu sahur.
  • Hendaklah kita mempergunakan kesempatan berdoa pada keadaan–keadaan yang mulia. Dengan berdasarkan hadits Rasulullah pula Imam al-Ghazali mencontohkan dalam kitabnya tersebut bahwa keadaan yang baik adalah seperti ketika berada dalam barisan (shaf) peperangan (jihad fisabilillah), ketika turunnya hujan, antara azan dan iqamat, ketika hari kala kita sedang berpuasa dan ketika berada pada sujud sembahyang.
  • Hendaklah kita berdoa dengan menghadap qiblat (Ka’bah), baik berdoa setelah shalat atau pada waktu-waktu lainnya, begitu yang dilakukan Rasulullah kala Beliau berdoa. Adapun jika berdoa setelah shalat fardhu maka menurut Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy dalam kitabnya Fat-hul Mu’in, bahwa menghadap qiblat hanya disunatkan bagi selain imam. Adapun bagi imam maka sebaiknya ia berdiri pada tempat ia sembahyang dan menghadap jama’ah jika dari para jama’ah itu tidak terdapat orang perempuan, atau sebaiknya bagi imam berdoa dengan mengarahkan pihak kanannya kearah makmum sedangkan qiblat berada pada pihak kirinya.
  • Hendaklah kita berdoa dengan mengangkatkan dua tangan kelangit (keatas). Menurut Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibariy dalam kitabnya Irsyaadil ‘Ibaad bahwa hukum mengangkat dua tangan itu adalah disunatkan bagi selain orang yang sedang sembahyang dan yang sedang berkhutbah, adapun bagi keduanya maka tidak disunatkan mengangkat dua tangan. Dan tangan yang diangkat itu adalah tangan yang dalam keadaan suci dan diangkat sampai sejajar tingginya dengan dua bahu. Adapun tangan yang bernajis menurut Syeikh Sayed Bakri bin Sayed Muhammad Syatha dalam kitab beliau I’anatuth Thaalibin maka hukum mengangkatnya adalah makruh walaupun tangan itu tertutup. Dan jika adalah hal yang didoakan itu merupakan hal yang sangat rumit dan mendesak maka menurut beliau berdasarkan al-Kurdiy bahwa tangan itu diangkat bukan sejajar dengan bahu tapi lebih keatas lagi, sekira-kira tampaklah putih–putih ketiaknya. Menurut Syeikh Syihabuddin Qulyubiy dalam kitab beliau Hasyiyah al-Mahalliy bahwa telapak tangan itu dirapatkan dan sebaiknya dalam keadaan terbuka, artinya telapak tangan tidak ditutup dengan penutup apapun jua. Hal itu kita lakukan sebagai isyarah kita sedang menadah pemberian dan anugerah dari Tuhan, dan dalam keadaan seperti itu maka pandangan mata ditujukan kelangit (keatas), sebagai isyarah kita memperhatikan rahmat Allah yang sedang diturunkan, dan setelah selesai berdoa maka tangan itu disapukan kewajah.
  • Hendaklah berdoa dengan suara yang lunak dan sayup. Yang dimaksudkan disini adalah jangan meninggikan suara sampai terdengar oleh orang lain dan jangan pula mengecilkannya sampai tak terdengar pada diri sendiri. Guru besar kita pembangun mazhab Syafi’iy yaitu Muhammad bin Idris asy-Syafi’ie yang dikenal dengan Imam Syafi’iy dalam kitab beliau yang terkenal yaitu al-Um bahwa beliau berkata, “Saya memilih (berpendapat) bahwa disunatkan bagi imam dan makmum apabila telah selesai dari shalat agar mereka berzikir dan berdoa dan hendaknya mereka melakukan itu dengan merendahkan suara, kecuali kalau ia seorang imam yang bermaksud ingin mengajarkan zikir dan doa kepada para jama’ah maka baguslah jika ia membesarkan suaranya sebatas para jama’ah itu belum bisa, adapun jika mereka telah bisa maka suara imam kala berzikir dan berdoa itu harus dikecilkan kembali. Pendapat maha guru kita itu telah diikuti oleh semua murid beliau dan semua penganut mazhab Syafi’ie termasuk Syeikh Zainuddin al-Malibariy dalam kitabnya Fathul Mu’in, dan beliau menambahkan bahwa boleh juga bagi imam untuk membesarkan suara dalam zikir dan doanya jika ia bermaksud agar makmum atau para jama’ah membaca amien untuk doanya tersebut. Dan beliau menyebutkan dalam kitab tersebut, menurut guru beliau Syihabuddin Syeikh Ibnu Hajar al-Haitamiy bahwa terlalu membesarkan suara ketika berzikir dan berdoa didalam masjid, sekira-kira dapat mengganggu kekhusyukkan orang sembahyang maka membesarkan suara adalah sepantasnya diharamkan.
  • Hendaklah kita dalam berdoa tidak membebani diri dengan bersajak. Kecuali pada doa-doa yang pernah diajari oleh Rasulullah, karena do’a yang paling bagus yang kita bacakan adalah do’a–do’a yang diajarkan oleh Rasulullah maka walaupun terdapat sajak didalamnya tapi tidak termasuk membebani diri. Yang dimaksud dengan bersajak ialah membebani diri dengan mencari persamaan kata atau huruf pada akhir kalimat lalu tidak memperhatikan maksud dari doa yang sedang dibaca itu, karena yang dituntut kala berdoa bukan persamaan kata tapi merendah diri dengan hati yang khusyuk dan lidah yang hina.
  • Hendaklah keadaan kita dalam berdoa dengan merendah diri dan dengan khusyuk serta bersikap bahwa kita harap dan takut kepada Allah. Menurut Syeikh Jalaluddin al-Mahalliy dalam kitabnya Tafsir al-Jalalaini bahwa yang dimaksud dengan harap adalah bahwa kita dalam berdoa dengan satu kepastian bahwa kita berada dalam rahmat Allah SWT. dan kita pula harus cemas dan takut dari azab-Nya.
  • Hendaklah kita mengokohkan doa dengan satu keyakinan bahwa doa itu pasti diperkenankan sebagaimana yang Allah janjikan. Dan hendaklah kita berbaik sangka pada Tuhan dengan membenarkan harapan bahwa doa pasti diterima-Nya. Disebutkan dalam berbagai kitab bahwa “Tuhan akan bersikap terhadap kita hamba menurut sangkaan kita terhadap-Nya, kalau kita menyangka bahwa Tuhan akan berbuat baik pada kita maka kebaikanlah yang diberikan Tuhan bagi kita, dan sebaliknya jika kita beranggapan bahwa yang akan diperbuat Tuhan terhadap kita adalah keburukan maka hal yang terburuklah yang bakal menghimpit kita nantinya. Oleh karena itu maka hendaklah kita dalam berdoa harus dengan satu keyakinan dan rasa percaya bahwa pintu keampunan Allah itu jauh lebih besar dibandingkan dengan dosa–dosa kita. Dan pintu rahmat Allah terbuka lebar bagi siapa saja dari hamba-hamba-Nya yang mau bertaubat dan mau berdoa pada-Nya. Dan rahmat yang luas itu akan diberikan bagi semua yang memerlukannya dan mau meminta kepada-Nya. Dari satu sisi bahwa kita dihadapan Tuhan harus mengakui kesalahan dan dosa yang kita lakukan dalam sebuah pengakuan yang melambangkan penyesalan bukan kepuasan dan bangga, dan dari sisi lain bahwa kita juga harus mengakui bahwa keampunan Allah SWT. jauh lebih besar dari sebesar apapun dosa-dosa kita.
  • Hendaklah kita berdoa dengan penuh kesungguhan dan mengulang–ulang doa itu sampai tiga kali.
  • Hendaklah kita memulai doa dengan menyebut nama Allah dan memuji kehebatan dan kebesaran-Nya apakah dalam bentuk Basmalah, Hamdalah, atau Zikir–Zikir lain yang sifatnya merupakan bentuk sanjungan kita kepada Allah SWT. setelah memuji Allah SWT. maka kita membaca shalawat kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW. Hal ini mengandung pengertian bahwa janganlah kita dalam berdoa menuju lansung pada permohonan dan permintaan, tapi berikan dulu kata-kata sanjungan dan pujian akan kebesaran Tuhan dan kemurahan-Nya. Tidakkah kita memperhatikan pengajaran Allah SWT. pada surat al-Fatihah, bahwa dalam surat tersebut sesungguhnya Allah SWT. mengajarkan kita akan cara berdoa kepada-Nya dengan firman-Nya. “Berikan Kami Jalan Yang Lurus. Yaitu Jalan Yang Telah Engkau Berikan Bagi Mereka, Yang Tidak Adalah Mereka Itu Dimurkakan Dan Tidak Pula Dalam Kesesatan. Doa tersebut tertulis setelah kata-kata pujian dan sanjungan terhadap dirinya pada ayat sebelumnya dengan firman-Nya “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala Jenis Puji-Pujian Itu Hanyalah Hak Istimewa Bagi Allah Pemilik Alam Jagat Raya. Yang Pengasih Dan Penyayang. Yang Merupakan Raja Pada Hari Kiamat. Hanya Engkau Yang Kami Sembah Dan Hanya Kepada Engkau Pula Kami Mohon Pertolongan”.
  • Hendaklah kita berdoa dengan memelihara adab bathiniyah. Adab inilah yang merupakan pangkal dan modal agar doa kita diterima oleh Allah SWT”. [ Ihyaa’ ‘Uluumiddiin I/304 ]. Wallaahu A'lamu bis Showaab.
Demikian sekilah Penjelasan tentang Adab Berdoa Menurut Imam Ghozali dalam Kitabnya Ihya' Ulumuddin. Anda Juga dapat membaca Artikel yang berjudul : Rebo wekasan akhir Bulan shafar, Hukum dan Amaliyah pada Rebo Wekasan

Wednesday, 1 August 2018

Keutamaan Wanita Sholihah Bagian 1

Ilustrasi

Point-point dari halaman ini terdapat di dalam kitab Kanzul ‘Ummal, Misykah, Riadlush Shalihin, Uqudilijjain, Bhahishti Zewar, Al-Hijab, dan lain-lain,. Mudah-mudahan dapat diambil ibrah darinya.

Artikel Lain yang dapat Anda Baca : Pengertian dan Hukum Telon Telon Tradisi Jawa

1. Doa wanita lebih maqbul dari laki-laki karena sifat penyayang yang lebih kuat dari laki-laki. Ketika ditanya kepada Rasulallah SAW akan hal tersebut, jawab baginda : “Ibu lebih penyayang dari bapak dan doa orang yang penyayang tidak akan sia-sia.”
2. Wanita yang solehah itu lebih baik dari 1.000 orang laki-laki yang tidak soleh.
3. Seorang wanita solehah lebih baik dari 70 orang wali.
4. Seorang wanita solehah lebih baik dari 70 laki-laki soleh.
5. Barangsiapa yang menggembirakan anak perempuannya, derajatnya diibaratkan seperti orang yang senantiasa menangis karena takut kepada Allah SWT dan orang yang takut Allah SWT akan diharamkan api neraka ke atas tubuhnya.
6. Barang siapa yang membawa hadiah (barang makanan dari pasar ke rumah) lalu diberikan kepada keluarganya, maka pahalanya seperti bersedakah. Hendaklah mendahulukan anak perempuan terhadap anak laki-laki. Maka barangsiapa yang menyukakan anak perempuan seolah-olah dia memerdekakan anak Nabi Ismail AS
7. Tidaklah seorang wanita yang haidh itu, kecuali haidhnya merupakan kifarah (tebusan) untuk dosa-dosanya yang telah lalu, dan apabila pada hari pertama haidhnya membaca “Alhamdulillahi’alaa Kulli Halin Wa Astaghfirullah”. Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan dan aku mohon ampun kepada Allah dari segala dosa.”; maka Allah menetapkan dia bebas dari neraka dan dengan mudah melalui shiratul mustaqim yang aman dari seksa, bahkan AllahTa’ala mengangkat derajatnya, seperti derajatnya 40 orang yang mati syahid, apabila dia selalu berzikir kepada Allah selama haidhnya.
8. Wanita yang tinggal bersama anak-anaknya akan tinggal bersama aku (Rasulullah SAW.) di dalam syurga.
9. Barang siapa mempunyai tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan atau dua anak perempuan atau dua saudara perempuan, lalu dia bersikap ihsan dalam pergaulan dengan mereka dan mendidik mereka dengan penuh rasa taqwa serta bertanggung jawab, maka baginya adalah syurga.
10. Dari ‘Aisyah r.ha. “Barang siapa yang diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuannya, lalu dia berbuat baik kepada mereka, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.”
11. Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.
12. Apabila memanggil kedua ibu bapamu, maka jawablah panggilan ibumu dahulu.
13. Wanita yang taat berkhidmat kepada suaminya akan tertutup pintu-pintu neraka dan terbuka pintu-pintu syurga. Masuklah dari mana-mana pintu yang dia kehendaki dengan tidak dihisab.
14. Wanita yang taat akan suaminya, semua ikan-ikan di laut, burung di udara, malaikat di langit, matahari dan bulan, semuanya beristighfar baginya selama mana dia taat kepada suaminya dan meredhainya. (serta menjaga sembahyang dan puasanya)
15. ‘Aisyah r.ha. berkata “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW. siapakah yang lebih besar haknya terhadap wanita ?” Jawab baginda, “Suaminya”. “Siapa pula berhak terhadap laki-laki ?” Jawab Rasulullah SAW. “Ibunya”.
16. Seorang wanita yang apabila mengerjakan solat lima waktu, berpuasa wajib sebulan (Ramadhan), memelihara kehormatannya serta taat kepada suaminya, maka pasti akan masuk syurga dari pintu mana saja yang dia kehendaki.
17. Tiap perempuan yang menolong suaminya dalam urusan agama, maka Allah SWT memasukkan dia ke dalam syurga lebih dahulu dari suaminya (10,000 tahun).
18. Apabila seseorang perempuan mengandung janin dalam rahimnya, maka beristighfarlah para malaikat untuknya. Allah SWT mencatatkan baginya setiap hari dengan 1,000 kebaikan dan menghapuskan darinya 1,000 kejahatan.
19. Dua rakaat solat dari wanita yang hamil adalah lebih baik dari 80 rakaat solat wanita yang tidak hamil.
20. Wanita yang hamil akan dapat pahala berpuasa pada siang hari.
21. Wanita yang hamil akan dapat pahala beribadah pada malam hari.
22. Seorang wanita yang mengalami sakit saat melahirkan, maka Allah SWT memberi pahala kepadanya seperti pahala orang yang berjihad dijalan Allah SWT
23. Wanita yang melahirkan akan mendapat pahala 70 tahun solat dan puasa dan tiap rasa sakit dan pada satu uratnya Allah memberikan satu pahala haji.
24. Apabila seseorang perempuan melahirkan anak, keluarlah dia dari dosa-dosa seperti keadaan ibunya melahirkannya.
25. Wanita yang meninggal dalam masa 40 hari sesudah melahirkan akan dianggap syahid.
26. Wanita yang memberi minum susu kepada anaknya dari badannya (susu badan) akan dapat satu pahala dari tiap-tiap titik susu yang diberikannya.
27. Jika wanita menyusui anaknya sampai cukup (2 1/2 tahun), maka malaikat-malaikat di langit akan memberikan kabar gembira bahwa syurga adalah balasannya.
28. Jika wanita memberi susu badannya kepada anaknya yang menangis, Allah akan memberi pahala satu tahun solat dan puasa.
29. Wanita yang habiskan malamnya dengan tidur yang tidak nyaman karena menjaga anaknya yang sakit akan mendapat pahala seperti membebaskan 20 orang hamba.
30. Wanita yang tidak cukup tidur pada malam hari karena menjaga anak yang sakit akan diampunkan oleh Allah akan seluruh dosanya dan bila dia menghibur hati anaknya Allah memberi 12 tahun pahala ibadat.
31. Apabila seorang wanita mencucikan pakaian suaminya, maka Allah mencatatkan baginya seribu kebaikan, dan mengampuni dua ribu kesalahannya,bahkan segala sesuatu yang disinari matahari akan memohonkan ampun untuknya, dan Allah mengangkatkannya seribu darjat.
32. Seorang wanita yang solehah lebih baik dari seribu orang laki-laki yang tidak soleh, dan seorang wanita yang melayani suaminya selama seminggu, maka ditutupkan baginya tujuh pintu neraka dan dibukakan baginya delapan pintu syurga, yang dia dapat masuk dari pintu mana saja tanpa dihisab.