Hari ini, Senin 19 Maret 2018, bertepatan dengan Tanggal 1 Rojab 1439 H. Bulan Rojab termasuk salah satu bulan yang dimuliakan oleh Alloh SWT diantara bulan-bulan yang lain. Bulan Rojab ini biasa di istilahkan sebagai pemanasan menyambut datangnya bulan Romadhon. Sejak masuknya Tanggal 1 Rojab, biasanya ummat Islam melaksaanakan Puasa Sunnah Selama 3 Hari atau 7 Hari atau bahkan ada yang melaksanakan selama satu bulan penuh. Tentunya banyak sekali keistimewaan dan dan fadhilah dari puasa ini. Selain dari berpuasa Sunnah ada peristiwa yang sangat luar biasa pentingnya, yaitu Peristiwa Isro' Mi'roj Nabi Muhammad SAW. Dalam persitiwa ini Nabi Muhammad SAW menerima wahyu secara langsung dari Alloh SWT berupa sholat wajib Lima Waktu. Peristiwa ini diabadikan dalam Al-Qur'an Surat Al-Isro' ayat 1.
Kehadiran
Rasulullah SAW mendakwahkan kebenaran dari Allah SWT rupanya membuat
orang-orang musyrik Makkah benar-benar kehilangan kesabaran. Rintangan dan
terror yang ditujukan kepada Nabi dan para pengikutnya tidak lagi
mempertimbangkan waktu. Orang-orang Musyrik benar-benar tidak memberikan
sedikitpun kepada Rasulullah dan para pengikutnya untuk dapat bernafas lega
dari kedengkian dan kejahatan mereka.
Namun
pada tahun kedelapan dari kenabian, Rasulullah SAW justru mendapatkan beberapa
cobaan yang teramat berat baginya dan bagi para pengikutnya. Ujian itu adalah
embargo kaum kafir Quraisy dan sekutunya terhadap umat Islam. Aksi embargo ini
masih dijalankan meskipun waktu telah memasuki bulan Haram. Artinya Nabi
beserta para sahabatnya tetap merasakan penganiayaan dan kedhaliman dari mereka
yang biasanya menghentikan segala aktivitas permusuhan terhadap lawan-lawannya.
Setelah
delapan tahun mendakwahkan agama Allah kepada kaumnya dengan didampingi dan
dilindungi oleh dua orang kuat suku Qurays, yakni pamannya Abu Thalib dan
istrinya Khadijah, maka pada tahun ini Rasulullah pun harus rela ketika
keduanya dipanggil menghadap Sang Rabb. Dengan demikian, pada waktu itu Nabi
tiada lagi memiliki pembela yang cukup kuat di hadapan kaumnya sendiri yang
memusuhi kebenaran. Dalam sejarah Islam tahun ini disebut ’amul huzni, tahun
kesedihan.
Rasulullah
kemudian mengijinkan para pengikutnya untuk berhijrah ke Thaif. Namun rupanya
Bani Tsaqif yang menguasai tanah Thaif tidaklah memberikan sambutan hangat
kepada para sahabatnya. Mereka yang datang meminta pertolongan justru diusir
dan dihinakan sedemikian rupa. Mereka dilempari batu hingga harus kembali
dengan kondisi berdarah-darah.
Keseluruh
cobaan berat ini dialami Rasulullah dan para sahabatnya pada tahun yang sama,
yakni tahun kedelapan kenabian.
Atas
cobaan yang teramat berat dan bertubi-tubi ini, maka Allah SWT kemudian
memberikan ”sekadar hiburan” kepada Muhamad SAW yang sedang berkabung dengan
segala keadaan dan perasaannya. Rasulullah menerima ”sepaket perjalanan
rekreasi” untuk menyegarkan kembali ghirroh (semangat) perjuangannya dalam
menegakkan misi Tauhid di Bumi.
”Paket
perjalanan” yang kemudian disebut sebagai Isra’ Mi’raj ini sejatinya adalah
sebuah pesan kepada seluruh umat Muhammad bahwa, segala macam cobaan yang
seberat apa pun haruslah kita lihat sebagai sebuah permulaan dari akan
dianugerahkannya sebuah kemuliaan kepada kita.
Dalam
peristiwa itu, tepatnya 27 Rajab, Nabi Muhammad SAW dapat saja langsung menuju
langit dari Makkah, namun Allah tetap membawanya menuju Masjidil Aqsha, pusat
peribadahan nabi-nabi sebelumnya. Ini dapat berarti bahwa umat Islam tidak
memiliki larangan untuk berbuat baik terhadap sesama manusia, sekalipun kepada
golongan di luar Islam. Hal ini dikarenakan, Islam menghargai peraturan-peraturan
sebelum Islam, seperti halnya khitan yang telah disyariatkan sejak zaman Nabi
Ibrahim AS.
Perintah
Shalat
Setelah
melampaui Masjidil Aqsha, Nabi langsung diangkat naik sampai ke langit tujuh,
lalu Sidratul Muntaha dan Baitul Ma’mur.
Imam
Al-Bukhari meriwayatkan, pada saat peristiwa Mi’raj, Nabi Muhammad SAW berada
di Baitul Ma’mur, Allah SWT mewajibkannya beserta umat Islam yang dipimpinnya
untuk mengerjakan shalat limapuluh kali sehari-semalam. Nabi Muhammad menerima
begitu saja dan langsung bergegas.
Namun
Nabi Musa AS memperingatkan, umat Muhammad tidak akan kuat dengan limapuluh
waktu itu. ”Aku telah belajar dari pengalaman umat manusia sebelum kamu. Aku
pernah mengurusi Bani Israil yang sangat rumit. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mitalah
keringanan untuk umatmu.”
Nabi
Muhammad kembali menghadap Sang Rabb, meminta keringanan dan ternyata
dikabulkan. Tidak lagi lipapuluh waktu, tapi sepuluh waktu saja. Nabi Muhammad
pun bergegas. Namun Nabi Musa tetap tidak yakin umat Muhammad mampu melakukan
shalat sepuluh waktu itu. ”Mintalah lagi keringanan.” Nabi kembali dan akhirnya
memeroleh keringanan, menjadi hanya lima waktu saja”.
Sebenarnya
Nabi Musa masih berkeberatan dengan lima waktu itu dan menyuruh Nabi Muhammad
untuk kembali meminta keringanan. Namun Nabi Muhammad tidak berani. “Aku sudah
meminta keringanan kepada Tuhanku, sampai aku malu. Kini aku sudah ridha dan
pasrah.”
Nabi
Muhammad memang mengakui bahwa pendapat Nabi Musa AS itu benar adanya. Lima
kali shalat sehari semalam itu masih memberatkan. Namun lima waktu itu bukankah
sudah merupakan bentuk keringanan?! Demikianlah.
Shalat
telah diwajibkan bagi Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya sejak
diturunkannya firman Allah pada awal kenabian,
يَا
أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ. قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلاً
Hai
orang yang berselimut (Muhammad),),bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari,
kecuali sedikit (daripadanya)... (QS. Al-Muzzammil, 73:1-19)
Ini
adalah petunjuk bahwa Rasulullah dan para pengikutnya yang baru berjumlah
sedikit kala itu memiliki kewajiban untuk bangun pada tengah malam untuk
menjalankan kewajiban. Menurut Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah,
dan ulama salaf lainnya, kewajiban shalat malam dihapuskan setelah ayat ke 20
atau ayat terakhir dari surat al-Muzammil ini diturunkan oleh Allah SWT.
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ
أَدْنَى مِن ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِّنَ الَّذِينَ
مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَن لَّن تُحْصُوهُ فَتَابَ
عَلَيْكُمْ فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَن سَيَكُونُ مِنكُم
مَّرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللَّهِ
Sesungguhnya
Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga
malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan
dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan
siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan
batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada
di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka
bumi mencari sebagian karunia Allah...
Pelaksanaan
ibadah shalat menunjukkan bahwa Baitul Maqdis di Yerusalem merupakan salah satu
tempat sangat penting posisinya dalam agama Islam sebagai kiblat pertama umat
Islam. Kurang lebih 13 tahun lamanya Nabi Shalat dan para pengikutnya menghadap
Baitul Maqdis, sebelum akhirnya Allah memerintahkan umat Islam untuk
memindahkan kiblatnya ke Ka'bah di Makkah. Pemindahan arah kiblat ini terjadi
di tengah-tengah ibadah shalat sedang berlangsung. Masjid tempat dilaksanakan
shalat ketika perintah berpindah kiblat ini diturunkan hingga sekarang disebut
sebagai Masjid Kiblatain(Masjid Dua Kiblat).
Allah
senantiasa melibatkan Masjidil Aqsho dalam setiap perkembangan ajaran-ajaran
seputar Shalat. Termasuk menghadap ke Baitul Maqdis sebelum dipindahkan
kiblatnya ke Ka'bah. Perintah Shalat lima waktu diterima setelah Rasulullah
dikaruniai singgah di Baitul Maqdis (QS. Al-Isra', 17:1) dalam perjalanan
menuju Sidratul Muntaha.
Imam
Syafi'i menyatakan, "Saya sangat suka beri'tikaf di Masjid (Baitul
Maqdis), lebih dari Masjid manapun." Ketika ditanya alasannya, Beliau
menjawab, "Di sinilah tempat berkumpul dan dikuburkannya beberapa Nabi
Allah."
Waktu-waktu
Shalat
Jabir
bin Abdullah RA menceritakan bahwa pada suatu siang sebelum Matahari
benar-benar di atas titik atas tertinggi, Rasulullah Muhammad SAW kembali
didatangi oleh malaikat Jibril AS seraya berkata kepadanya, ”Bangunlah Wahai
Rasulullah dan lakukan shalat.”
Mendengar
panggilan ini, Maka Nabi Muhammad pun segera melakukan shalat Dzuhur ketika
Matahari telah mulai tergelincir.
Ketika
bayang-bayang tampak telah mulai lebih panjang dari sosok asli benda-benda,
malaikat Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat lagi.”
Demi
mendengar perintah ini pun, Rasulullah SAW kemudian segera melakukan shalat
Ashar ketika panjang bayangan segala benda melebihi panjang benda-benda.
Kemudian waktu Maghrib menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan
shalat.” Maka beliau SAW melakukan shalat Maghrib ketika matahari terbenam.
Kemudian
waktu Isya` menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat.” Maka
Rasulullah SAW pun segera melakukan shalat Isya` ketika syafaq (mega senja
merah) menghilang. Waktu sholat Isya’ ini menjadi waktu sholat terpanjang
karena Jibril baru membangunkan kembali nabi Muhammad ketika fajar kedua telah
mulai menjelang.
Kemudian
waktu Shubuh menjelang dan Jibril berkata, ”Bangunlah wahai Rasulullah dan
lakukanlah shalat.” Maka Rasulullah SAW melakukan shalat Shubuh ketika waktu
fajar menjelang. (HR Ahmad, Nasa’i dan Tirmidzy)
Tentang
waktu sholat Shubuh ini Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa suatu ketika
Rasulullah SAW bersabda, ”Orang yang mendapatkan satu rakaat dari shalat shubuh
sebelum tebit matahari, maka dia termasuk orang yang mendapatkan shalat shubuh.
Dan orang yang mendapatkan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam,
maka dia termasuk mendapatkan shalat Ashar.” (HR Muslim)** (redaksi)
EmoticonEmoticon